Biografi Mohammad Hatta Dalam Bahasa Inggris:
Mohammad Hatta or often called Bung Hatta was the first Vice President of Indonesia. Mohammad Hatta was born in Bukit tinggi, West Sumatera on August 12th, 1902. His father is Haji Mohammad Djamil and his mother is Siti Saleha. His father died when he was eight months old. Hatta married to Rahmi Hatta on November 18th, 1945. The couple had three children named Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta, and Halida Nuriah Hatta.Hatta started his education at a private school named Sekolah Melayu. Then he went to ELS (European Language School). He continued his school to MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Hatta began to show his interested in politics and national movement since he was sixteen years old. He joined Jong Sumatranen Bond and he was chosen as the treasurer.
In 1919, Hatta went to Hogere Burgerschool (HBS) in Batavia (Jakarta). He finished his study with distinction in 1921 and he was allowed to continue his study to Rotterdam School of Commerce in Netherlands. He took economics as his major and got a doctorandus degree. He then continued to pursue his doctorate degree, but he didn’t finish his thesis because politics had taken over his life.
In Netherlands Hatta joined the Indische Vereeniging. In 1922, Indische Vereeniging changed its named to Indonesische Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia). Hatta was the treasurer from 1922-1925 and then he became the chairman from 1926-1930. Perhimpoenan Indonesia then changed from a student organization to political organization that demand for Indonesia’s Independence. It expressed its voice through a magazine called Indonesia Merdeka of which Hatta was the editor.
Hatta attended congresses all over Europe to gain more support from other nations, he always as the chairman of Indonesia delegation. By the middle of 1927, Perhimpoenan Indonesia’s activites had alarmed the Dutch authorities. On June 1927, Dutch authorities put Hatta and four other Indonesian activists in jail. In 1929, Hatta and other Perhimpoenan Indonesia activists were released.
On August 1932, after returning to Indonesia, Hatta became the chairman of the new PNI. On February 1934, the Dutch Colonial government arrested PNI leaders from its Jakarta branch (including Hatta) and Bandung branch. They were prisoned for a year. In 1935, it was decided that Hatta and the other PNI leaders would be exiled to Boven Digoel Papua. In 1936, Hatta and Sutan Syahrir were transfered to Bandaneira in Maluku. There, they joined other nationalists such as Iwa Kusumasumantri and Dr. Cipto Mangunkusumo.
In 1942, Hatta and Syahrir were transferred to Sukabumi, West Java. In the same year, the Dutch Colonial Government surrendered. However, because of World War II was under way, the Empire of Japan came to Indonesia to fulfil their imperial ambitions in East Asia and South East Asia. On March 1942, Hatta and Syahrir were transferred to Jakarta.
In July 1942, Hatta was reunited with Sukarno. In a secret meeting at Hatta’s Jakarta home, Sukarno, Hatta and Syahrir agreed to organise the revolutionary resistance to achieve independence from Japan. In a speech on December 1942, Hatta said that Indonesia already free from the Dutch Colonial Government, but Indonesia was free only to be colonized by another power, he would rather to see Indonesia drown to the bottom of the ocean.
As the tide of the war began to turn against the Japanese, the Japanese Occupational government in Indonesia began to lose its control of Indonesia. On August 1945, Japanese finally approved Indonesian Independence. August 16th, 1945, the Indonesian youths kidnapped Sukarno and Hatta to Rengasdengklok to force both of them to declare Independence of Indonesia.
Finally, August 17th, 1945, at Sukarno’s residence, Indonesia’s Independence was proclaimed in a short statement on a paper signed by Sukarno and Hatta. On August 18th, 1945 Hatta was selected as Indonesia’s first Vice President to accompany Sukarno as the President of Indonesia. Hatta died on March 14th, 1980 and he was buried in Tanah Kusir public cemetary, Jakarta.
Arti dalam Bahasa Indonesia:
Hatta memulai pendidikannya di ssebuah sekolah swasta bernama Sekolah Melayu. Setelah itu beliau melanjutkan ke ELS (European Language School). Beliau melanjutkan sekolahnya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Hatta mulai menunjukkan ketertarikannya pada dunia politik dan pergerakan national sejak beliau berusia 16 tahun. Beliau bergabung dengan Jong Sumatranen Bond dan beliau terpilih sebagai bendahara.
Pada tahun 1919, Hatta bersekolah di Hogere Burgerschool(HBS) di Batavia (Jakarta). Beliau menamatkan sekolahnya dengan tanda kehormatan sehingga beliau diperbolehkan untuk melanjutkan sekolahnya ke Rotterdam School of Commerce di Belanda. Beliau mengambil jurusan ekonomi dan mendapatkan gelar doktorandus di sana. Kemudian beliau melanjutkan untuk mengejar gelar doktornya, namun beliau tidak menyelesaikan tesisnya karena politik telah mengambil alih kehidupannya.
Di Belanda Hatta bergabung dengan Indische Vereeniging(Organisasi Indonesia). Pada tahun 1922, Indische Vereeniging bergaanti nama menjadi Indonesische Vereeniging(Perhimpoenan Indonesia). Hatta menjabat sebagai bendahara dari tahun 1922-1925 kemudian beliau menjadi ketua dari tahun 1926-1930. Perhimpoenan Indonesia kemudian berubah dari sebuah organisasi pelajar menjadi organisasi politik yang berjuang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ini ditunjukkan melalui suaranya di sebuah majalah bernama Indonesia Merdeka dimana Hatta adalah editornya.
Hatta menghadiri semua kongres diseluruh Eropa untuk mendapatkan dukungan dari negara lain, beliau selalu menjadi delegasi dari Indonesia. Pada pertengahan tahun 1927, aktifitas dari Perhimpoenan Indonesia diberi peringatan oleh pemerintah Belanda. Pada Juni 1927, pemerintah belanda menjebloskan Hatta dan empat aktivis Indonesia ke penjara. Pada tahun 1929, Hatta dan aktivis lainnya dari Perhimpoenan Indonesia dibebaskan.
Pada Agustus 1932, setelah kembali ke Indonesia, Hatta menjadi ketua dari PNI yang baru. Pada Februari 1934, pemerintah kolonial Belanda menangkap para ketua PNI dari cabang Jakarta (termasuk Hatta) dan dari cabang di Bandung. Mereka di penjara selama satu tahun. Pada tahun 1935, diputuskan bahwa Hatta dan ketua PNI yang lainnya akan diasingkan ke Boven Digoel Papua. Pada tahun 1936, Hatta dan Sutan Syahrir dipindahkan ke Bandaneira di Maluku. Di sana, mereka bergabung dengan nationalis lainnya seperti Iwa Kusumasumantri and Dr. Cipto Mangunkusumo.
Pada tahun 1942, Hatta dan Syahrir dipindahkan ke Sukabumi, Jawa Barat. Ditahun yang sama, pemerintah kolonial Belanda menyerah. Akan tetapi, karena adanya Perang Dunia II yang sedang berlangsung, Penguasa Jepang datang ke Indonesia untuk memenuhi ambisi untuk menguasai Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada Maret 1942, Hatta dan Syahrir dipindahkan ke Jakarta.
Pada Juli 1942, Hatta bergabung kembali dengan Sukarno. Pada sebuah rapat rahasia di kediaman Hatta di Jakarta, Sukarno, Hatta dan Syahrir setuju untuk membentuk sebuah pergerakan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia dari Jepang. Dalam pidatonya pada bulan Desember 1942, Hatta berkata bahwa Indonesia telah bebas dari pemerintah kolonial Belanda, tapi Indonesia bebas hanya untuk dijajah lagi oleh kekuasaan lainna, beliau lebih memilih untuk melihat Indonesia tenggelam ke dasar laut.
Sebagai imbas dari perang yang mulai berbalik arah melawan Jepang, pemerintah Jepang di Indonesia mulai kehilangan kendalinya di Indonesia. Pada Agustus 1945, Jepang akhirnya menyetujui Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus 1945, golongan muda Indonesia menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka berdua untuk mendeklarasikan Kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, di kediaman Sukarni, Kemerdekaan Indonesia diprklamasikan dengan sebuah pernyataan singkat di atas kertas yang ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta. Pada tanggal 18 Agustus 1945 Hatta dipilih menjadi Wakil Presiden pertama untuk mendampingi Sukarno sebagai Presiden Indonesia. Hatta meninggal pada tanggal 14 Maret 1980 dan beliau dimakamkan di pemakaman umum Tanah Kusir, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar